Kamis, 24 November 2011

Edelwiss-ku

Pagi, saat kubuka mata dan melihat indahnya dunia pada hari yang cerah ini. Aku mendengar suara tangisan dari sebuah bunga edelwiss kecil begitu mempesona. Pejamkan mata untuk lebih merasakan tangisan itu. Dia butuh air kasih sayang dari sang pemilik air, dia butuh perlindungan dari sang pemilik jagad raya....
“Oh edelwiss malangnya nasibmu kali ini yang benar-benar ditampar oleh sebercik air kegelapan” kataku dalam hati....
Buka mata hati untuk lebih bisa merasakan sakit yang dialami oleh edelwiss. Ketika dedaunan masih menutup mata untuk sang mentari, ketika embun juga belum melepaskan diri dari pelukan sang daun....
Mereka menghakimi edelwiss, mereka menmbuat edelwiss selalu mengeluarkan air mata tanda kematian hatinya, hatinya tercabik-cabik oleh nafsu semata manusia. Dia menatap langit mendung yang menjadi saksi bisu kekejaman manusia....
“Oh langit salahkah aku kalau aku mendapat sebuah senyuman dari dunia” ratapnya pada sang langit....
Edelwiss, bunga keabadian yang selau mengeluarkan air mata kematiannya setiap hari. Merintih kesakitan, karna sedih selalu mencekik tangkainya yang mungil dan sangat rapuh....
Terombang-ambing di gunung yang sangat dingin, diterpa angin kejahatan, diguyur hujan kesedihan, kadang kala juga didatangi badai kegagalan tapi ia tetap berusaha berada dalam tanah, mempertahankan akarnya untuk tidak sampai lepas dari tanah karna edelwiss masih mempunyai senyum kebahagian sang matahari yang selalu terbit setelah hari gelapnya....
Sungguh tak kuasa aku mendengar ratapan edelwiss.... Edelwiss, aku yakin kau masih punyai keyakinan bahwa Sang Maha Pencipta selalu mengawasimu, dan DIA kelak kan membawamu pergi bersama musim yang sebentar lagi  kan berganti..
Oh edelwiss, bunga keabadian....

6 Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar